Headline

Prevalensi Talasemia di Aceh Tertinggi di Indonesia, Perlu Regulasi yang Berpihak pada Penyandang

×

Prevalensi Talasemia di Aceh Tertinggi di Indonesia, Perlu Regulasi yang Berpihak pada Penyandang

Sebarkan artikel ini

Byklik | Banda Aceh–Ratusan penyandang talasemia di Aceh berkumpul memperingati Hari Talasemia Sedunia yang dipusatkan di Gedung Hadrah, Lhong Raya, Banda Aceh, pada Selasa malam, 13 Mei 2025. Hari Talasemia Sedunia diperingati setiap tanggal 8 Mei.

Kegiatan yang digagas oleh Yayasan Darah untuk Aceh ini, bertujuan untuk mengingatkan masyarakat dan Pemerintah Aceh, bahwa di Aceh juga ada penyandang talasemia yang harus mendapat perhatian demi keberlangsungan hidup mereka. Kendati demikian, kegiatan ini juga bertujuan bahwa yang penting kini adalah bagaimana penyandang itu memandang dirinya sendiri.

Founder Yayasan Darah untukAceh, Nurjannah Husien, mengatakan, hingga tahun 2025, Aceh masih menduduki peringkat tertinggi penyandang carier talasemia di Indonesia.

“Kondisi ini tentunya memiriskan karena di sisi lain kita akan menghadapi pertumbuhan generasi emas Indonesia. Namun, jika banyak generasi muda yang menjadi penyandang talasemia dan tidak mendapat perhatian yang baik, maka bisa dipastikan Aceh akan kehilangan banyak generasi muda pada dua puluh tahun mendatang,” ujar Nurjannah Husien, saat memberi sambutan pada acara Family Gathering Thalasemia Aceh.

Nurjannah mengatakan, ada pekerjaan rumah yang sangat penting saat ini. Pemerintah Aceh perlu membuat regulasi yang berpihak pada penyandang talasemia sehingga mereka bisa ikut berkompetisi dalam mendapat lapangan kerja tanpa harus menyertakan surat keterangan kesehatan. Selama ini para penyandang talasemia selalu terkalahkan dalam dunia kerja karena persyaratan administrasi tersebut.

“Seperti tema peringatan tahun ini yaitu menyatukan komunitas, memprioritaskan pasien, tema ini adalah isyarat bagaimana kita harus mendampingi mereka untuk meningkatkan kualitas hidup secara fisik dan mental, sehingga para penyandang bisa beraktivitas seperti orang pada umumnya, termasuk mendapat akses pendidikan dan pekerjaan,” ujarnya.

Baca Juga  Polisi Gagalkan Penyelundupan 98 Kilogram Sabu di Aceh, Tangkap 3 Pemasok

Banyak penyandang talasemia kini memiliki kualitas pendidikan yang baik, bahkan lulus S-1 dengan peringkat kelulusan sangat baik, tapi mereka susah mendapatkan pekerjaaan. Problem ini harus diatasi dengan bijak.

“Kabar baiknya tahun ini ada thaller yang berhasil lulus sebagai pegawai PPPK dan CPNS, ini sebuah perkembangan baik, dan semoga ke depannya banyak lagi thaller yang mendapatkan hal yang sama atau bahkan lebih,” katanya.

Salah seorang penyandang talasemia atau disebut juga thaller, Surya Riski, menambahkan, para penyandang talasemia jangan lagi fokus pada apa pandangan orang terhadap mereka.

“Tapi yang paling penting adalah bagaimana thaller memandang dirinya sendiri sehingga tercipta pemikiran positif yang bisa memotivasi diri agar bisa memiliki kualitas yang sama dengan orang lain yang tidak menyandang talasemia,” ungkap Riski.

Sementara itu, Kepala Instalasi Sentra Thalasemia dan Hemofili Rumah Sakit Umum Daerah Zainal Abidin (RSUDZA), dr Heru Noviat Herdata, Sp.A, menyebutkan ada 500-an penyandang talasemia yang kini melakukan pengobatan dengan melakukan transfusi di RSUDZA Banda Aceh.

“Selain mengonsumsi obat rutin mereka juga harus melakukan transfusi darah dan mereka ini tidak sakit, hanya saja tidak memiliki kemampuan memperbaharui sel darah merahnya. Mereka bisa beraktivitas sama dengan anak-anak normal lainnya,” jelas dr Heru.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Aceh, Iman Murahman MKM, menegaskan pihaknya juga mengupayakan pemeriksaan darah rutin gratis bagi warga, agar masyarakat bisa mengetahui kondisi kesehatannya sejak dini.

Baca Juga  Dosen FK USK Edukasi tentang Penyakit Autoimun yang Timbul karena Cuaca Ekstrem

“Termasuk bagi calon pengantin, ibu hamil dan balita, sehingga jika mereka terindikasi memiliki bibit talasemia, bisa diketahui sejak dini sehingga pengobatan bisa dilakukan lebih cepat,” ujar Iman Murahman.

Talasemia merupakan suatu penyakit keturunan (genetik) yang menyebabkan umur sel darah merah sangat pendek. Oleh karena itu, penyandang talasemia mayor harus melakukan transfusi darah seumur hidupnya. Indonesia terletak di sepanjang area sabuk talasemia sehingga hampir seluruh wilayah mempunyai historis dan resiko talasemia.

Menurut WHO Sekitar 3,0–10,0% populasi membawa talasemia β (β- thal) dan 2,6–11,0% populasi membawa talasemia α (α- thal). Diperkirakan sekitar 2500 bayi lahir dengan β-thal mayor (β- TM) setiap tahun.

Bagaimana dengan Aceh?

Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2007, Aceh merupakan provinsi dengan prevalensi talasemia tertinggi di Indonesia dengan angka 13,4%. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada awal tahun 2024 merilis penyintas talasemia di Aceh sejumlah 673 orang.

Diperkirakan lebih dari 1000 penyintas talasemia di Aceh sekarang, baik yang sudah menggunakan fasilitas BPJS untuk transfusi maupun yang belum mengakses layanan kesehatan. Seperti fenomena bola salju, angka tersebut bertambah terus dari waktu ke waktu,

Penyebaran talasemia diakibatkan oleh perkawinan antara sesama pembawa sifat talasemia. Hampir seluruh masyarakat kurang pengetahuan tentang talasemia sehingga tidak memeriksakan diri (skrining talasemia) sebelum menikah. Belum ada campur tangan dari pemerintah juga untuk skrining talasemia baik dari keluarga yang sudah terdiagnosa maupun masyarakat umum sehingga penambahan talasemia di Aceh belum bisa direduksi.[]

Example 120x600