Uncategorized

STR dan SIP Dicabut, Dokter Tersangka Pelecehan Seksual Dilarang Praktik Seumur Hidup

Avatar
×

STR dan SIP Dicabut, Dokter Tersangka Pelecehan Seksual Dilarang Praktik Seumur Hidup

Sebarkan artikel ini
Foto: Ilustrasi Sumber: Kemenkes

Byklik.com | Jakarta — Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) telah mengambil langkah tegas terhadap dr. Priguna Anugerah P, tersangka dalam kasus dugaan pelecehan seksual terhadap keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

KKI telah menonaktifkan Surat Tanda Registrasi (STR) dan mencabut Surat Izin Praktik (SIP) atas nama dr. Priguna.

Upaya ini dilakukan KKI sebagai bentuk komitmen dalam menjaga integritas dan kehormatan profesi kedokteran serta untuk memberikan perlindungan terhadap masyarakat dan penegakan etik profesi.

Menindaklanjuti permintaan Kementerian Kesehatan, KKI secara resmi menonaktifkan STR milik yang bersangkutan pada Kamis (10/4/2025), segera setelah status tersangka ditetapkan oleh aparat penegak hukum.

Baca Juga  Bertemu Penasehat DWP, Ini Permintaan Marlina Muzakir untuk UMKM dan Produk Kreatif Aceh

Langkah itu kemudian diikuti dengan koordinasi bersama Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat untuk mencabut SIP atas nama dr. Priguna.

Ketua KKI drg. Arianti Anaya MKM, menegaskan bahwa pencabutan STR dan SIP merupakan sanksi administratif tertinggi dalam profesi kedokteran di Indonesia.

“Dengan demikian, setelah SIP dicabut, yang bersangkutan tidak dapat lagi berpraktik sebagai dokter seumur hidup,” ujar Arianti dilansir InfoPublik, Sabtu (12/4).

Baca Juga  Pemprov Percepat Penyerahan Aset RS Regional Aceh Tengah

Selain itu, sebagai langkah lanjutan, Kemenkes juga telah memerintahkan penghentian sementara Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi dan Terapi Intensif di RSUP Hasan Sadikin Bandung.

Penghentian ini bertujuan memberikan ruang untuk evaluasi menyeluruh terhadap sistem tata kelola dan pengawasan dalam pelaksanaan program PPDS di RSHS.

“Evaluasi yang dilakukan diharapkan mampu menghasilkan sistem pengawasan yang lebih ketat, transparan, dan responsif terhadap potensi pelanggaran hukum maupun etika oleh peserta program pendidikan dokter spesialis,” pungkas Arianti. []

Example 120x600