Berita Utama

PHE NSO Gagas Program “Berdamai dengan Gajah” di Desa Blang Pante

Bambang Iskandar Martin
×

PHE NSO Gagas Program “Berdamai dengan Gajah” di Desa Blang Pante

Sebarkan artikel ini
Khanduri dan Peusijuek Tim UPG Lanskap Cot Girek. (Foto: Humas PHE NSO)

Byklik.com | Lhoksukon – Masyarakat Aceh dan Gajah memiliki sejarah panjang yang agung. Gajah menjadi bagian tak terpisahkan dari Kerajaan dan Kesultanan di Aceh pada masanya, menjadi tunggangan Raja/Sultan, hingga armada perang. Saat terjadi tsunami tahun 2004, Gajah membantu evakuasi korban karena keterbatasan akses alat berat.

Penghormatan masyarakat Aceh pada Gajah, ditunjukkan dengan menyebutnya sebagai Teungku Rayeuk dan Po Meurah. Teungku Rayeuk biasanya merujuk kepada sosok yang dihormati sebagai ulama besar atau tokoh agama yang memiliki pengaruh besar dalam masyarakat Aceh. Kata “Teungku” sendiri sering digunakan untuk menyebut orang yang memiliki pengetahuan agama islam yang tinggi.

Sementara Po Meurah sering kali dikaitkan dengan sosok yang memiliki status tinggi, baik secara sosial maupun simbolis. Dalam beberapa legenda Aceh, Po Meurah bisa berarti seorang bangsawan, tokoh legenda, atau bahkan simbol kekuatan alam. Namun, hubungan yang harmonis ini perlahan pupus seiring meningkatnya jumlah penduduk dan pembukaan lahan untuk perkebunan. Konflik gajah-manusia tak terelakkan dan semakin meningkat.

Pertamina Hulu Energi (PHE NSO) yang merupakan bagian dari Pertamina Hulu Rokan Zona 1 bersinergi erat dengan pemerintah Kabupaten Aceh Utara, menyelaraskan program keanekaragaman hayati dan program pemberdayaan masyarakat (PPM) melalui peta jalan penyelesaian konflik antara gajah dan manusia.

Baca Juga  Manfaat Daun Sirsak untuk Kesehatan: Potensi dan Kajian Ilmiah

Untuk memujudkan program “Berdamai dengan Gajah”, PHE NSO bekerja sama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), dan Lembaga Pembelaan Lingkungan Hidup dan Hak Asasi Manusia (LPLHa) serta warga Desa Blang Pante.

Desa Blang Pante merupakan salah satu dari lima desa yang dilalui jalur gajah pada lanskap Cot Girek. Selama beberapa tahun belakangan, warga Desa Blang Pante memang kerap cemas karena gajah-gajah sering masuk ke lahan. Selama ini mereka menghalau dengan bunyi-bunyian nyaring seraya berkata, “Teungku Rayek, kami izin” dan gajahpun pindah perlahan.

Untuk mengatasi konfilik Gajah-Manusia secara berkelanjutan, PHE NSO lewat program Unit Pengelola Gampong membentuk kelompok. Sebanyak 10 orang laki-laki akan dilatih oleh BKSDA Aceh untuk menghalau gajah dari kebun dengan cara-cara aman yang direkomendasikan. Misalnya saja dengan bunyi petasan dan membuat pagar tanaman yang tidak disukai gajah.

Baca Juga  CEO Silicon Valley Bridge Bank Meminta Pelanggan untuk menyetor ulang dana Mereka

Launching program ini dilakukan pada 19 Februari 2025 lalu dengan tradisi peusijuk dan khanduri, sebagai ungkpan rasa syukur seraya memohon perlindungan dari Allah, SWT melalui doa-doa yang dipanjatkan.

Manager Field PHE NSO Heri Prayogo mengungkapkan, program ini selaras dengan program Kehati (Keanekaragaman Hayati) Pertamina, yaitu pilar lingkungan. “Kami berkomitmen untuk mendukung keberlangsungan keanekaragaman hayati di sekitar wilayah operasi,” ungkapnya.

Dalam acara peluncuran program yang dihadiri Direktur Konservasi Spesies dan Genetik KLHK, Kepala BKSDA Aceh, dan Asisten I Pemda Aceh Utara, masing-masing instansi menyampaikan komitmennya untuk menjaga bersama keharmonisan Gajah dan masyarakat. Pemda Aceh bahkan berharap ke depan ada pengembangan ke arah wisata seperti di Tangkahan, Langkat, Sumatera Utara.

“Terima kasih sudah mendengar keluh kesah kami dan memfasilitasi, mengumpulkan banyak pihak untuk mengatasi masalah ini. Semoga Po Meurah menjauh dari kebun, kita hidup berdampingan tanpa saling ganggu,” pungkas Kepala Desa Blang Pante, Marzuki.

Example 120x600