Travel & Kuliner

Renjana di Puncak Burni Telong

Avatar
×

Renjana di Puncak Burni Telong

Sebarkan artikel ini
Penampakan Gunung Burni Telong di Bener Meriah, Aceh. Foto: Dok.Byklikcom

Tanoh Gayo memiliki banyak destinasi wisata. Salah satunya adalah Gunung Burni Telong yang terletak di Bener Meriah. Gunung wisata dengan ketinggian 2.624 meter di atas permukaan laut (mdpl) menjadi salah satu tujuan wisata, terutama generasi muda.

Namun, keindahan Burni Telong juga menarik bagi pendaki dadakan, seperti sejumlah dosen dan tenaga pendidikan yang belum pernah mendaki gunung sebelumnya. Perjuangan berat para pendaki dadakan dan sepuh yang tidak pernah mendaki gunung sebelumnya—bahkan ada yang tak pernah berolahraga dalam setahun terakhir—akhirnya menjadi sebuah renjana ketika berada di puncak Burni Telong yang dikelilingi kabut.

Mungkin ini sepele bagi para pendaki profesional, bahkan bagi anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas Malikussaleh Pecinta Alam (Umpal), puncak Burni Telong terasa ringan.

Mereka sudah terlatih dan berpengalaman naik gunung, selain kekuatan fisik masih mendukung. Tak heran jika Saifullah, seorang pendaki gunung, bolak-balik dari Pos Rangers ke Shelter 3 sampai enam kali dengan mengangkut beban berisi kebutuhan minuman dan makanan bagi pendaki amatiran.

***

Sementara, Reky Afisa, salah seorang perempuan tangguh anggota pecinta alam, melintasi tanjakan demi tanjakan dengan langkah ringan, sedangkan para dosen di belakangnya terengah-engah dengan dada yang nyaris gosong saking kencangnya jantung berpacu.

Persiapan sudah dilakukan selama beberapa pekan sebelum menghadapi medan yang sesungguhnya. Para pendaki amatiran yang terdiri dari dosen dan tenaga kependidikan itu, melahap  beberapa bukit yang ada di Kota Lhokseumawe.

Namun, kondisi medan di Burni Telong sungguh berbeda dengan bukit yang dijadikan lokasi latihan. Suhunya, lebih sejuk karena sekitar 18 derajat celcius. Bandingkan dengan suhu di lokasi di Kota Lhokseumwe yang mencapai 34 derajat celcius.

***

 

Pendakian ke Burni Telong dimulai di Pos Ranger yang terletak di Desa Rembune Kecamatan Timang Gajah, Kabupaten Bener Meriah. Di sini, semua pendaki harus melapor dan didata, selain membayar sejumlah uang.

Matahari masih bersinar garang pada pukul 14.00 ketika para pendaki mulai langkah pertama. Jalur pendakian ke Burni Telong selalu menanjak sejak langkah pertama.

Sepanjang pendakian menuju Shelter Satu, kiri dan kanan penuh dengan pemandangan kebun kopi yang indah. Pohon-pohon kopi mini, sekitar satu meter, terlihat sangat indah. Aroma buah kopi yang segar plus pemandangan di sekitarnya harusnya menghalau kelelahan.

Tapi, bagi pendaki amatiran, rasa lelah yang mendera membuat keindahan alam pun sirna. Beberapa dosen mulai melempar handuk, mereka memutuskan untuk menyerah sebelum sampai di Shelter Satu.

Di Shelter Dua, pendaki bisa kembali beristirahat. Di sini tersedia air minum alam yang segar. Air putih dan jernih itu mengalir di antara akar-akar pohon. Pendaki banyak yang mengambil air tersebut dan menenggaknya tanpa memasak. Aku juga sempat minum, rasanya segar tetapi aromanya kuat dengan aroma pepohonan.

Pendakian makin terjal sampai ke Shelter Tiga. Kalau memulai dari Pos Ranger pukul 14.00, maka akan tiba sekitar pukul 17.00 WIB di Shelter Tiga. Di sana para pendaki mendirikan tenda untuk menginap di Shelter Tiga. Pendakian ke puncak  akan dimulai pukul 03.00 pagi agar bisa menyaksikan matahari terbit di puncak gunung.

Pukul 03.00, udara dingin menusuk tulang. Para pendaki bangun dan bersiap melakukan pendakian. Harus ada senter untuk melihat dengan jelas  jalur yang terjal dan berbahaya. Bagi pendaki yang tidak memiliki senter, harus mengekori pendaki lain.

Beratnya medan yang sudah dilalui ternyata tidak seberapa. Sampai di Gua Penyesalan, para pendaki menghadapi ujian sesungguhnya. Tingkat kecuraman tanjakan hampir 85 derajat. Pendaki dibekali dengan tali untuk naik sekitar 10 meter. Banyak pendali amatir yang berhenti di sini.

Para pendaki tidak bisa melihat keindahan alam sekitar. Ketika turun, baru terlihat banyak edelweiss di sekitar. Tapi jangan tergoda untuk memetik bunga abadi tersebut. Banyak peringatan yang melarang pendaki membawa pulang edelweiss.

Tiba di puncak, gerimis turun sehingga membuat pendaki menggigil kedinginan. Menunggu sampai dua jam di sana, para pendaki ternyata tidak bisa menikmati sunrise karena ditutup kabut tebal.

Menurut Saifullah yang sering memandu wisatawan, kabut memang sering menghalangi pemandangan indah terbitnya sinar matahari. “Kalau beruntung,  pendaki bisa melihat sinar matahari kemerahan yang terbit di sela-sela kabut tipis berwarna putih,” papar Saifullah yang disapa Glebek.[]

 

 

 

 

Example 120x600