Byklik.com | Lhokseumawe – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah menetapkan sanksi pencopotan terhadap Aidil Azhar dari jabatan Ketua Badan Pengawas Pemilahan Umum (Bawaslu) Kabupaten Aceh Barat karena ijazahnya terbukti palsu. Sanksi pencopotan itu dibacakan Ketua DKPP Heddy Lugito dalam sidang yang digelar pada Senin, 19 Mei 2025.
“Menjatuhkan sanksi Peringatan Keras dan Pemberhentian dari Jabatan Ketua kepada teradu Aidil Azhar selaku Ketua merangkap Anggota Panwaslih Kabupaten Aceh Barat terhitung sejak putusan ini dibacakan,” ungkap Heddy Lugito saat membacakan putusan Nomor: 300-PKE-DKPP/XI/2024.
DKPP menilai Aidil bertindak tidak jujur dan tidak profesional dalam mengikuti seleksi calon anggota Panwaslih Kabupaten Aceh Barat.
Teuku Kemal Pasya, mantan tim pemeriksa daerah (TPD) Aceh, Selasa, 20 Mei 2025, sangat menyayangkan sanksi yang diberikan oleh DKPP hanya pencopotan dari jabatan Ketua Bawaslu Aceh Barat yang terbukti menggunakan ijazah palsu.
“Pemalsuan ijazah itu merupakan pelanggaran etik berat. Seharusnya sanksi yang diberikan tidak hanya dicopot dari jabatan Ketua Bawaslu, tapi juga harus diberhentikan dari anggota Bawaslu Aceh Barat,” sebut Kemal.
Ia melihat proses pengambilan keputusan ada kejanggalan. Seharusnya DKPP menjalankan peran dan martabat penyelenggara Pemilu harus sesuai dengan asas DKPP, yakni cepat, efisien dan trasnparan.
Berdasarkan nomor putusan, sambungnya, kasus ijazah palsu itu terjadi pada tahun 2024, tetapi hasil putusan baru dibacakan pada Mei 2025. Dan ini menimbulkan tanda tanya publik soal hasil putusan. Dimana DKPP dinilai tidak bisa menegakkan martabat penyelenggara Pemilu secara benar.
Disinggung soal adanya unsur pidana dalam kasus ijazah palsu, lebih lanjut Kemal Pasya mengatakan bahwa itu akan diputuskan lebih lanjut oleh aparat penegak hukum. DKPP hanya memutuskan terkait dengan pelanggaran etik saja.
Senada dengan mantan Ketua Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, Ridwan Hadi, terkait adanya unsur pidana dalam pemalsuan dokumen, DKPP hanya memutuakan soal pelanggaran etik atau rule of ethic, bukan rule of low.
“Soal putusan pelanggaran pidana, itu menjadi wewenangnya aparat penegak hukum,” pungkasnya.