Opini & Analisis

Penguatan Diplomasi Akademik

Avatar
×

Penguatan Diplomasi Akademik

Sebarkan artikel ini
Zulfadli Ilmard, dosen Hubungan Internasioonal Fisipol Universitas Malikussaleh. Foto: Dok. Pribadi

“Presiden Prabowo harus menjadikan kampus sebagai jembatan budaya yang memperkenalkan identitas bangsa ke dunia dan menyebarkan nilai-nilai kebangsaan Indonesia secara global”.

Oleh Zulfadli Ilmard  

DI TENGAH pergeseran geopolitik global dan era kompetisi berbasis sains dan teknologi, diplomasi akademik telah menjadi alat strategis yang semakin relevan bagi negara-negara yang ingin memperkuat posisi internasionalnya tanpa harus mengandalkan kekuatan militer atau tekanan ekonomi.

Sebagai presiden terpilih, Prabowo Subianto perlu menyadari pentingnya menjadikan diplomasi akademik sebagai salah satu pilar soft power Indonesia. Langkah ini tidak hanya penting untuk memperkuat citra Indonesia di mata dunia, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mendorong inovasi nasional melalui kolaborasi global.

 

Pentingnya diplomasi akademik
Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Tiongkok, hingga Korea Selatan telah lama memanfaatkan beasiswa, pertukaran pelajar, dan kerja sama riset lintas negara sebagai instrumen diplomasi.

Dengan cara ini, mereka menanamkan nilai-nilai budaya, memperluas pengaruh, serta membangun jejaring elite intelektual yang kelak bisa menjadi mitra strategis jangka panjang.

Indonesia, dengan potensi demografis yang besar dan kekayaan budaya yang unik, memiliki peluang besar untuk tampil sebagai kekuatan akademik di kawasan Asia Tenggara — asalkan didukung oleh kebijakan yang tepat.

 

Baca Juga  Media Massa Daring di Era AI

Strategi penguatan
Apa yang bisa dilakukan pemerintahan Prabowo dalam penguatan diplomasi akademik di kancah internasional? Sejumlah strategi bisa menjadi pilihan bagi pemerintahan sekarang.

Pertama, perlunya melakukan penguatan posisi kampus sebagai agen diplomasi. Untuk memperkuat kampus sebagai agen diplomasi, Presiden Prabowo mesti serius dan sepenuh hati  menciptakan instrumen-instrumen  strategis yang mendukung dan dapat meningkatkan diplomasi akademik (academic diplomacy).

Sejumlah kebijakan yang bisa dilakukan dalam hal ini antara lain memperluas program beasiswa, pertukaran dan  mahasiswa, serta kolaborasi dosen dengan universitas luar negeri.

Pemerintah mesti mendorong kolaborasi riset strategis lintas negara dengan memfasilitasi kemitraan riset antara perguruan tinggi dan lembaga internasional di bidang seperti kecerdasan buatan (AI), pertahanan siber, energi terbarukan, dan ketahanan pangan—sejalan dengan visi pembangunan nasional Prabowo-Gibran, termasuk isu global seperti perubahan iklim, teknologi dan kesehatan.

Membangun kemitraan dengan universitas top dunia memperkuat posisi diplomatik melalui pendidikan. Pemerintah dapat memfasilitasi dialog internasional melalui penyelenggaraan forum internasional, seminar, dan konferensi global di kampus untuk mempertemukan pemimpin, akademisi, dan mahasiswa dari berbagai negara.

Kedua, kolaborasi kampus dengan semua kementerian/lembaga negara. Presiden Prabowo harus membuka akses seluas-luasnya kepada kampus untuk melakukan kolaborasi dengan Kementerian dan Lembaga Negara. Kampus harus aktif bermitra dengan kementerian untuk mendukung agenda diplomasi nasional.

Baca Juga  Akademisi Unaya Apresiasi Langkah Wali Kota Banda Aceh dalam Penegakan Syariat Islam

Ketiga, melibatkan diaspora akademik. Ribuan ilmuwan Indonesia di luar negeri bisa dilibatkan dalam pembangunan nasional. Prabowo bisa mencontoh Xin Jin Ping demi mendukung sains dan teknologi di China, rela merayu ilmuwan diaspora agar mau pulang kampung, dengan menjanjikan gaji Rp1,6 miliar hingga kebebasan berpendapat.

Pemerintah China juga membangun berbagai fasilitas penelitian yang didukung penuh pemerintah, untuk menarik minat para ilmuwan agar pindah dan tinggal di sana.

Dan terakhir, mengaktifkan peran Atase Pendidikan dan Budaya Kedutaan Besar. Indonesia harus menjadi pusat promosi pendidikan tinggi Indonesia, bukan hanya pusat diplomasi formal. Pejabat Atase Pendidikan dan Budaya Kedutaan Besar di berbagai negara, harus mengoptimalkan posisinya untuk memperkuat diplomasi akademik melalui berbabagi program strategis yang berdampak jangka panjang.

Prioritas strategis
Di era saat ini, kekuatan sebuah negara tidak hanya ditentukan oleh angkatan bersenjata atau kekuatan ekonominya, tetapi juga oleh pengaruh ide dan inovasi yang ditransfer melalui pendidikan dan kerja sama akademik.

Jika Presiden Prabowo ingin Indonesia menjadi negara yang berpengaruh, berdaulat, dan dihormati di tingkat global, maka diplomasi akademik harus menjadi prioritas strategis, bukan sekadar pelengkap.[]

Zulfadli Ilmard, Dosen Studi Hubungan Internasional Fisipol Universitas Malikussaleh Lhokseumawe.

Example 120x600