Byklik | Banda Aceh–Dalam beberapa tahun terakhir, suhu di berbagai wilayah semakin panas, tak terkecuali di Aceh. Peneliti menyebut kondisi ini bukti nyata dari dampak perubahan iklim global.
Peneliti sains atmosfer di Pusat Riset STEM Universitas Syiah Kuala, Dr. Yopi Ilhamsyah, menjelaskan, meningkatnya suhu udara menyebabkan tekanan atmosfer menjadi rendah di berbagai wilayah. Fenomena ini, dalam ilmu fisika, berkorelasi langsung dengan pemanasan udara yang berlebih.
“Tekanan rendah itu akibat dari suhu tinggi. Tekanan rendah menyebabkan udara bergerak dari segala arah menuju satu titik, dan ini yang memicu hujan lebat serta angin kencang,” tutur Yopi, yang juga dosen di Fakultas Kelautan dan Perikanan (FKP) USK.
Suhu tinggi tidak hanya terasa di luar rumah, tetapi juga di dalam rumah. Menurutnya, masyarakat kini merasakan panas yang luar biasa bahkan setelah waktu magrib—waktu yang semestinya menjadi lebih sejuk karena matahari sudah terbenam.
“Dulu waktu malam masih sejuk, sekarang tanpa kipas atau AC kita sulit bertahan. Bahkan satu atau dua kipas pun terasa kurang,” ungkapnya, 21 Mei 2025.
Kondisi ini tidak hanya berdampak pada kenyamanan, tapi juga pada konsumsi energi listrik. Ia memperingatkan bahwa peningkatan penggunaan alat pendingin udara akan memicu lonjakan konsumsi energi secara besar-besaran. Hal ini menjadi tantangan baru bagi pemerintah dan lembaga-lembaga terkait lainnya.
“Penggunaan energi meningkat tajam saat suhu tinggi seperti sekarang. Ini perlu jadi perhatian juga karena terkait dengan beban daya listrik dan potensi krisis energi di masa depan,” tambahnya.
Yopi menegaskan, masyarakat harus menyadari dampak dari perubahan iklim, baik dari sisi pengelolaan energi, penyesuaian gaya hidup, maupun dorongan untuk kebijakan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
“Yang paling penting adalah kita semua sadar bahwa perubahan iklim ini nyata. Kita harus mulai menyesuaikan diri dan mengambil langkah nyata dari sekarang,” tutupnya.[]