Byklik | Lhokseumawe–Sebanyak 20 peserta yang terdiri atas kelompok tani atsiri, mahasiswa, dosen, serta perwakilan masyarakat umum mengikuti lima rangkaian pelatihan pengembangan produk aromaterapi di Desa Jeuleukat, Kecamatan Blang Mangat, Lhokseumawe.
Dari kegiatan ini lahir inovasi produk “Nanggroe Essence” dengan tiga varian unggulan yang diharapkan mampu mendorong kemandirian ekonomi masyarakat desa.
Selama ini, kelompok tani atsiri Jeuleukat masih menggunakan metode penyulingan minyak citronella secara tradisional. Cara lama tersebut hanya menghasilkan volume terbatas, yakni 0,5–1 liter minyak, dengan kualitas yang kurang stabil sehingga nilai jualnya rendah. Melalui Program Pengabdian kepada Masyarakat yang digagas Politeknik Negeri Lhokseumawe, tim pelaksana memperkenalkan teknologi tepat guna yang lebih efisien, ramah lingkungan, dan berorientasi pasar.
Ketua tim pengabdian, Ir. Syafruddin, M.Si., mengatakan, pelatihan ini dilakukan sebanyak lima kali dengan jeda waktu tertentu agar setiap sesi dapat dievaluasi dan ditindaklanjuti. Kelima tahap tersebut meliputi penyulingan citronela, pembuatan produk aroma terapi, pengemasan dan labeling, strategi promosi dan konten kreatif, serta evaluasi dan keberlanjutan program.
Program ini dilaksanakan dengan dukungan pendanaan Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Riset dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Tahun 2025
“Pada tahap pertama peserta dikenalkan metode penyulingan modern berbasis peralatan standar industri. Hasilnya, sekitar tiga liter minyak citronella murni berhasil diperoleh, jauh meningkat dibandingkan cara tradisional,” kata Syafruddin, Rabu, 24 September 2025.
Sementara itu, pada tahap pembuatan produk, minyak atsiri hasil penyulingan diolah menjadi produk aromaterapi dengan nilai tambah lebih tinggi. Dari tahap ini, lahir tiga varian utama: Fresh Lemongrass, Pure Lemongrass, dan Calm Lemongrass. Masing-masing diproduksi 50 botol uji coba (10 ml) dengan total 150 botol.
Seluruh produk juga dikemas secara elegan dan ramah lingkungan. Label Nanggroe Essence didesain dengan warna berbeda di tiap varian agar mudah dikenali konsumen.
“Tim pengabdian juga membekali peserta dengan strategi promosi digital. Akun Instagram @nagroeessence dibuat dan hingga akhir program memiliki tujuh konten awal berisi informasi produk, manfaat, hingga testimoni,” katanya.
Terakhir, adalah tahap evaluasi. Program tidak berhenti pada tahap produksi. Tim dosen tetap melakukan pendampingan jarak jauh agar kelompok tani dapat menjaga keberlanjutan usaha. Ke depan, direncanakan kerja sama dengan distributor lokal dan keikutsertaan dalam pameran UMKM tingkat kota.
Produk Nanggroe Essence kini tidak hanya dipasarkan secara daring melalui media sosial, tetapi juga mulai menjalin kerja sama dengan distributor lokal untuk memperluas pasar.
“Kami sangat terbantu dengan pelatihan ini. Dulu hanya bisa menyuling secara tradisional, sekarang kami bisa menghasilkan produk aromaterapi yang punya nilai jual lebih tinggi,” kata Ketua Kelompok Tani Atsiri Jeuleukat, Rima.
Syafruddin berharap program ini diharapkan menjadi titik awal kemandirian ekonomi desa. Tidak hanya menghasilkan produk, tetapi juga membangun mental kewirausahaan masyarakat.
Melalui program ini, Kelompok Tani Atsiri Desa Jeuleukat berhasil bertransformasi dari penyulingan tradisional menuju inovasi produk modern. Dengan pendampingan berkelanjutan dan dukungan promosi digital, Nanggroe Essence berpotensi menjadi ikon lokal sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.[]