HeadlineHumaniora

Muhammad Ikbal, Potret Santri Mandiri dalam Mencari Ilmu dan Menjemput Rezeki

×

Muhammad Ikbal, Potret Santri Mandiri dalam Mencari Ilmu dan Menjemput Rezeki

Sebarkan artikel ini
Muhammad Ikbal.

NAMANYA Muhammad Ikbal. Bagi yang aktif di media sosial, khususnya Facebook, barangkali familier dengan nama atau wajahnya. Ia aktif di media sosial dan selalu tampil dengan peci di kepala. Baginya itu bukan sekadar aksesoris untuk menguatkan penampilan, melainkan identitasnya sebagai santri. Lebih dari satu dekade ia telah menyandang gelar tersebut. Sejak meudagang alias mondok di Dayah Darul Falah Ulee Glee, Kabupaten Pidie Jaya, pada tahun 2009.

Orang-orang memanggilnya Teungku Ikbal. Ia berasal dari Teupin Raya, Kabupaten Pidie. Ikbal gemar berkelana. Pergi ke sana kemari untuk menambah “portofolio” pengalaman hidupnya sebagai santri. Pengalaman itulah yang membuatnya tumbuh dan berkembang menjadi santri yang mandiri. Tak bergantung hidup pada sokongan orang tua. Lebih tepatnya, orang tuanya tak mampu menyokong karena hidup mereka jauh dari kemapanan. Apalagi, Ikbal juga punya tiga adik lagi yang mesti dibiayai oleh ibunya.

“Sejak nyantri saya yatim, Ibu tidak sanggup lagi membiayai. Agar bisa bertahan di dayah saya menjadi reseller beberapa produk. Keuntungan yang saya dapat cukup untuk kehidupan sehari-hari di dayah,” ujar Ikbal, Jumat, 23 Mei 2025.

Saat ini ia aktif menjadi reseller untuk produk madu, abon tuna, dan minyak herbal. Ia menyadari bahwa untuk mendapatkan ilmu membutuhkan biaya. Tak cukup hanya modal kemauan dan semangat. Harga-harga kitab di dayah tak jauh beda dengan harga buku-buku ajar di bangku perguruan tinggi. Oleh karena itu, ia harus bisa menghasilkan uang.

Baca Juga  PT Flora Agung Bakal Bangun Pabrik Minyak Goreng di Aceh

“Jadi harus semangat dan produktif,” ujarnya optimistis.

Sebelum memutuskan menjadi reseller, Ikbal pernah merintis usaha sendiri. Ia memproduksi kerupuk jengkol. Peluangnya ada. Namun, usaha itu terhambat karena bahan bakunya yang musiman. Apalagi, ketika itu jaringan konsumennya belum terbentuk. Modal tak bisa berputar. Maka dengan berat hati tidak ia lanjutkan.

Menjadi reseller menurutnya lebih menguntungkan. Ia tidak perlu mengeluarkan biaya produksi. Tidak perlu juga menanggung beban risiko jika produk tidak terjual. Ada beberapa produk yang saat ini ia bantu pasarkan, seperti abon Keumamah TokMa dan madu Syekha.

Keumamah TokMa ini merupakan produk khas dan unggulan yang diproduksi di Meunasah Trieng, Lhoksukon, Aceh Utara. Usaha ini milik kerabat saya dan sudah berjalan selama dua tahun,” katanya.

Usaha abon itu bermula dari produksi terbatas untuk acara-acara kenduri. Belakangan peminatnya mulai banyak karena rasanya enak sehingga diproduksi dalam skala besar. Peminatnya pun tidak hanya di Aceh saja, tetapi juga berasal dari Kalimantan, Jawa, hingga Nusa Tenggara Timur. Tak hanya di dalam negeri, tetapi sudah sampai pula ke Mesir, Malaysia, hingga Yaman.

“Abon ini istimewa karena kami menggunakan bahan-bahan berkualitas dan premium. Kami menggunakan bahan baku tuna sirip kuning yang segar dan tanpa MSG atau micin sehingga lebih sehat.”

Ia juga menyebut kalau produk tersebut diminati oleh semua kalangan dari anak-anak, dewasa, hingga orang tua. Citarasanya akrab bagi semua lidah, termasuk lidah orang Arab. Sering dijadikan bekal bagi orang-orang yang beribadah umrah atau haji ke tanah suci.

Baca Juga  Mantan Kabid DLHK Kota Langsa Didakwa Korupsi Lampu Jalan Rp1,6 M

Baca juga: Kisah Rahmiana Rahman Membumikan Literasi di Tempat Paling Sunyi

Selain kemandirian, yang juga menonjol dari Teungku Ikbal adalah jiwa sosialnya. Di media sosialnya sering ia mengunggah aktivitas-aktivitas sosial untuk menggalang donasi bagi santri atau lansia yang membutuhkan. Selain karena tolong-menolong memang merupakan ajaran agama, ia melakukan semua itu juga berdasarkan pengalaman pribadinya.

Ia berprinsip membantu orang tak harus selalu dengan materi, tetapi bisa juga dengan tenaga dan pikiran. Atau menjadi jembatan seperti yang selama ini ia lakukan. Tidak ada kebaikan yang sia-sia, lakukan kebaikan sekecil apa pun adalah moto hidup yang selalu dipegang teguh.

“Karena semasa saya awal-awal mondok, saya mendapatkan support dari saudara, baik itu kitab dan kebutuhan santri lainnya. Karena sudah merasakan bagaimana kehidupan santri, tantangan kebutuhan itu juga saya jalani, maka timbullah motivasi untuk membantu para santri lainnya di dayah lain untuk membeli kitab melalui donasi,” katanya.

Jiwa sosial yang tinggi itu yang telah membawanya hingga ke Lombok dan Pandeglang. Dua tanah di pulau yang berbeda yang dipijaknya karena panggilan jiwa setelah terjadinya bencana di sana. Perjalanan Teungku Ikbal sebagai santri masih panjang. Ia percaya, semangat, ketekunan, dan niat baik akan selalu mengantarkannya pada hal-hal baik. Di dayah ia belajar artinya hidup, dari dunia usaha ia belajar artinya bertahan.[]

Example 120x600