Byklik.com | Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberi sinyal keras bahwa mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas diduga ikut menikmati aliran dana dalam kasus dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023–2024.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan bahwa pucuk kebijakan kementerian tak mungkin lepas dari tanggung jawab seorang menteri. “Kalau di direktorat ujungnya direktur, kalau di kedeputian ujungnya deputi, dan kalau di kementerian, ujungnya ya menteri,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (10/9/2025) malam.
Isyarat itu menguat seiring temuan KPK terkait Surat Keputusan (SK) Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 yang ditandatangani Yaqut pada 15 Januari 2024. SK tersebut membagi tambahan kuota haji 20.000 orang dengan porsi 50:50 antara haji reguler dan haji khusus. Padahal, Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 jelas mengatur kuota haji khusus maksimal hanya 8 persen.
Seharusnya tambahan kuota 20.000 dibagi 18.400 untuk haji reguler dan 1.600 untuk haji khusus. Namun dengan aturan baru Yaqut, jemaah haji khusus mendapat jatah berlipat hingga 10.000 kursi. KPK menilai kebijakan ini menyimpang dan membuka ruang transaksi. “Seiring waktu, terbitlah SK menteri tersebut yang jelas melanggar UU, lalu pembagian dilakukan sesuai SK itu,” ujar Asep.
KPK menegaskan penetapan tersangka tinggal menunggu waktu. Sejumlah saksi sudah diperiksa, mulai dari jajaran Kementerian Agama hingga para pemilik travel haji. Mereka antara lain Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah Hilman Latief, staf khusus Yaqut yang juga pengurus PBNU Ishfah Abidal Aziz, serta pengusaha travel haji ternama seperti Fuad Hasan Masyhur (Maktour) dan Khalid Basalamah (Uhud Tour).
Lembaga antirasuah juga telah melarang Yaqut, Ishfah, dan Fuad bepergian ke luar negeri sejak 11 Agustus 2025. Penggeledahan maraton digelar di berbagai lokasi, mulai rumah pribadi Yaqut di Condet, kantor travel haji, hingga ruang kerja Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
Dari operasi tersebut, KPK menyita dokumen penting, barang bukti elektronik, kendaraan mewah, hingga properti. Terbaru, penyidik mengamankan dua unit rumah milik ASN Ditjen PHU di Jakarta Selatan dengan nilai mencapai Rp6,5 miliar.
Dengan rangkaian bukti yang terus menumpuk, publik menunggu langkah KPK berikutnya: siapa yang bakal diumumkan sebagai tersangka utama kasus kuota haji yang mengguncang Kementerian Agama ini.