Byklik.com | Sidoarjo – Pada Senin siang menjelang sore, 29 September 2025 lalu, bangunan yang tengah dalam proses pekerjaan perluasan di area musala Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, tiba-tiba runtuh ketika para santri sedang menunaikan salat Asar berjemaah. Suara gemuruh terdengar keras, dan dalam sekejap struktur bangunan amblas, menimpa puluhan orang yang berkumpul di sana.
Jerit tangis para santri yang sedang salat terdengar nyaring. Segera setelah kejadian, tim SAR gabungan dari Basarnas, TNI, Polri, BPBD, dan relawan lokal bergegas ke lokasi. Mereka memulai evakuasi dengan menyisir reruntuhan menggunakan alat berat dan manual, serta memindahkan puing beton dan besi agar korban dapat dievakuasi dari titik-titik terjepit.
Di hari-hari awal, pencarian terfokus pada upaya menyelamatkan korban hidup. Tim masuk ke sela-sela reruntuhan, menggunakan kamera mikro dan alat sensor untuk mendeteksi gerakan atau suara. Namun kondisi puing yang padat dan berlapis menyulitkan penetrasi ke banyak titik.
Seiring waktu, ketika peluang menemukan korban selamat menipis, fokus beralih ke penemuan jenazah. Dalam proses pencarian yang berlanjut hingga hari ketujuh, jumlah korban tewas terus bertambah. Menurut laporan terakhir, total korban meninggal sudah mencapai 52 orang hingga Minggu 5 Oktober pukul 21.00 WIB, termasuk 5 potongan tubuh.
Direktur Operasi Basarnas, Laksamana Pertama TNI Yudhi Bramantyo, menyatakan bahwa 7 kantong jenazah dievakuasi dari berbagai titik runtuhan, baik di area depan bangunan maupun bagian belakangnya. Struktur yang runtuh secara menyeluruh memaksa tim bekerja ekstra hati-hati agar tak menimbulkan keruntuhan susulan.
Salah satu momen memilukan terjadi ketika sebuah bagian tubuh ditemukan tanpa tungkai kanan, kemudian diidentifikasi dan dievakuasi pada pukul 21.01 WIB. Semua jenazah dan potongan tubuh langsung dibawa ke RS Bhayangkara Polda Jawa Timur untuk proses identifikasi oleh tim DVI.
Pihak berwenang menyebut proses penyelidikan terhadap penyebab kejadian akan dilanjutkan. Mereka juga menegaskan akan mengevaluasi aspek perizinan, aspek teknis struktur bangunan, dan pengawasan safety konstruksi fasilitas pondok pesantren di wilayah Jawa Timur agar kejadian serupa tak terulang.
Tragedi di Pondok Pesantren Al Khoziny ini menjadi pengingat pahit akan pentingnya standar keselamatan konstruksi, terutama di fasilitas pendidikan keagamaan yang melibatkan banyak orang. Ke depan, pemeriksaan rutin dan kepatuhan pada regulasi bangunan menjadi hal yang tak bisa ditawar, agar ruang ibadah dan aktivitas santri tetap aman dari risiko runtuh mendadak












