Pendidikan & Karier

ISBI Aceh Diharapkan Menjadi “Bappeda” untuk Bidang Seni dan Budaya

×

ISBI Aceh Diharapkan Menjadi “Bappeda” untuk Bidang Seni dan Budaya

Sebarkan artikel ini

Byklik | Jantho–Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Aceh kembali mencatat sejarah penting dalam kiprahnya sebagai salah satu perguruan tinggi seni budaya termuda di Indonesia. Pada Rabu, 8 Oktober 2025, kampus seni yang berada di Bukit Jantho, resmi melaksanakan International Conference on Aceh Civilization (ICoAC) ke-2. Sebuah konferensi internasional yang menjadi wadah dialog akademik lintas negara tentang seni, budaya, dan peradaban kontemporer secara global.

Ketua Panitia, Muhammad Naufal, menyebutkan bahwa kegiatan ini merupakan kelanjutan dari ICoAC pertama yang sukses digelar tahun lalu.

“Tahun ini kami mengundang pemateri dari Singapura, Malaysia, dan Thailand, untuk memperluas jejaring akademik ISBI Aceh di tingkat Asia Tenggara,” ujarnya dalam sambutan pembukaan.

Menurut Naufal, kehadiran para narasumber dari luar negeri menunjukkan bahwa ISBI Aceh kini mulai dikenal sebagai pusat diskursus budaya di kawasan regional. “Ini bukan sekadar forum ilmiah, tetapi juga momentum diplomasi kebudayaan,” tambahnya.

Acara dibuka secara resmi oleh Wakil Rektor I bidang Akademik dan Kemahasiswaan ISBI Aceh Dr. Ratri Candrasari M.Pd. Dalam sambutannya, ia mengungkapkan rasa syukur atas antusiasme peserta dari berbagai daerah di Indonesia dan luar negeri.

“Alhamdulillah, antusiasme peserta luar biasa. Ini pertanda bahwa semangat untuk membicarakan seni dan budaya di Aceh sedang bangkit,” ujarnya.

Harapan Menjadi Bappeda Seni dan Budaya Aceh

Namun, momen paling berkesan datang ketika Piet Rusdi, S.Sos, Kepala Balai Pelestarian Budaya Wilayah I Aceh. Dengan nada tegas dan penuh keyakinan, Piet Rusdi menyebut bahwa ISBI Aceh idealnya menjadi “bappedanya” seni dan budaya Aceh, sebuah lembaga strategis yang memetakan arah pembangunan seni dan budaya di tanah rencong.

Baca Juga  Ditlantas Polda Aceh Kenalkan Tertib Berlalu Lintas untuk Anak Usia Dini

“Jika Aceh punya bappeda untuk ekonomi dan infrastruktur, maka seni dan budaya juga butuh arah kebijakan yang terukur. Dan siapa lagi yang paling layak memegang peran itu kalau bukan ISBI Aceh,” ujar Piet Rusdi disambut tepuk tangan peserta.

Ia menegaskan, ISBI Aceh harus menjadi lokomotif pembangunan seni dan budaya, bukan hanya wadah pendidikan, tetapi juga pusat riset, rekomendasi kebijakan, dan penggerak industri kreatif berbasis kearifan lokal. Menurut Piet, langkah menuju visi besar itu telah dimulai sejak Kongres Peradaban Aceh tahun lalu, yang menjadi titik awal kesadaran bersama untuk menata ulang arah kebudayaan Aceh secara ilmiah dan sistematis.

“Kongres itu adalah awal. Dan hari ini, ICoAC yang kedua menjadi kelanjutan dari semangat yang sama yakni membangun peradaban Aceh yang berwawasan global tanpa kehilangan akar lokal,” tegasnya.

Lebih jauh, Piet Rusdi juga memuji rencana besar ISBI Aceh melalui Jurusan Seni Rupa dan Desain yang tahun ini akan menggelar Festival Seni Rupa Islam Internasional pada November mendatang. Menurutnya, langkah tersebut bukan hanya prestasi, tetapi juga simbol bahwa ISBI Aceh telah siap bersaing di kancah internasional dengan identitas budaya yang kuat.

“Festival Seni Rupa Islam Internasional ini adalah langkah maju yang menegaskan bahwa Aceh tidak hanya bicara masa lalu, tetapi juga masa depan. Ini adalah diplomasi budaya yang sangat strategis,” ujarnya.

Baca Juga  Bank Indonesia Bekali Mahasiswa Baru USK tentang Digitalisasi Keuangan

Piet menambahkan, Aceh memiliki potensi besar untuk menjadi pusat kebudayaan Islam Asia Tenggara. “Kita memiliki sejarah panjang, seni yang luhur, dan narasi budaya yang hidup. ISBI Aceh harus menjadi rumah besar bagi semua potensi itu,” katanya.

Dalam sesi tanya jawab, beberapa peserta dari luar negeri juga menyampaikan kekaguman terhadap kekayaan seni Aceh, terutama dalam bidang tari dan seni rupa tradisional. Mereka menilai bahwa ISBI Aceh memiliki peran strategis sebagai penjaga warisan budaya sekaligus jembatan menuju kolaborasi global.

Sementara itu, panitia pelaksana menyebutkan bahwa ICoAC kedua ini diikuti oleh lebih dari 200 peserta dari berbagai daerah dan negara, baik secara luring maupun daring. Topik yang dibahas meliputi estetika, budaya visual, pendidikan seni, dan peran seni dalam membangun perdamaian Acara turut dihari oleh Ketua MAA Aceh, Prof Yusri dan beberapa mantan pejabat ISBI Aceh.

Dengan keberhasilan penyelenggaraan ICoAC ke-2 ini, ISBI Aceh sekali lagi menunjukkan bahwa ia bukan sekadar kampus seni, melainkan pusat peradaban baru di ujung barat Indonesia. Seperti yang dikatakan Piet Rusdi, “Bila Aceh ingin maju, maka seni dan budaya harus berada di depan. Dan ISBI Aceh adalah lokomotif yang akan menuntun gerak sejarah itu.”

ICoAC yang kedua ini bukan sekadar konferensi internasional, tetapi sebuah pernyataan bahwa ISBI Aceh sedang menulis bab baru dalam peta peradaban menuju peran yang lebih besar sebagai Bappeda Seni dan Budaya Aceh.[]

Example 120x600