Berita Utama

HMI: Pengalihan 4 Pulau Aceh untuk Sumut adalah Pengkhianatan Sistematis Negara

×

HMI: Pengalihan 4 Pulau Aceh untuk Sumut adalah Pengkhianatan Sistematis Negara

Sebarkan artikel ini
Bendahara HMI Cabang Lhokseumawe-Aceh Utara, Aris Munandar.

Byklik | Lhokseumawe–Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Lhokseumawe–Aceh Utara menilai tindakan pengalihan empat pulau milik Aceh oleh Kemendagri menjadi milik Sumut sebagai bentuk pengkhianatan sistematis terhadap Aceh. Kejadian ini menambah daftar terkait hak-hak Aceh yang terkikis melalui berbagai kebijakan sepihak dari pemerintah pusat.

Bendahara Umum HMI Cabang Lhokseumawe–Aceh Utara, Aris Munandar, menyatakan kebijakan ini merupakan pola lama yang terus berulang. Keputusan-keputusan terkait Aceh sering kali diambil tanpa pelibatan maksimal dari masyarakat, pemerintah daerah, maupun lembaga adat yang memiliki legitimasi sosial dan pemahaman mendalam terhadap wilayah serta nilai-nilai kesejarahan Aceh terkait empat pulau tersebut.

“Aceh bukan sekadar wilayah administratif. Setiap jengkal tanah, daratan, hingga pulau-pulaunya memiliki nilai sejarah, adat, dan martabat. Ketika pusat mengambil keputusan sepihak tanpa partisipasi publik yang sahih, itu adalah bentuk pengkhianatan terhadap prinsip negara kesatuan yang adil,” tegas Aris, Kamis, 12 Juni 2025.

Lebih lanjut, tindakan Kemendagri tersebut bertentangan dengan ketentuan Pasal 8 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Pasal ini menyatakan bahwa kebijakan administratif berkaitan langsung dengan Pemerintahan Aceh harus melalui konsultasi dan pertimbangan Gubernur Aceh.

“Artinya, Gubernur Aceh memiliki posisi strategis yang harus dilibatkan secara formal dalam proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi pemerintahan dan wilayah Aceh,” katanya.

Baca Juga  Brigjen Ari Wahyu Widodo Resmi Jabat Wakapolda Aceh

Langkah sepihak tanpa konsultasi ini mencederai mekanisme koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah. Sekaligus mengabaikan prinsip keadilan bagi daerah yang memiliki kekhususan (lex specialis) secara hukum dalam sistem kenegaraan Indonesia.

Aris juga menegaskan, persoalan ini bukan sekadar soal urusan administrasi pemerintahan, melainkan menyangkut harga diri, kehormatan, dan martabat rakyat Aceh. Selama ini, masyarakat perbatasan telah hidup berdampingan secara damai. Namun, kebijakan tanpa dasar sejarah dan hukum yang kuat justru berpotensi memecah harmoni sosial serta menimbulkan konflik horizontal di akar rumput.

Lebih dari itu, jika persoalan ini tidak segera diselesaikan secara adil dan transparan, hal serupa bisa menjadi preseden buruk bagi daerah-daerah lain di Indonesia. Jika Aceh saja yang memiliki status kekhususan bisa diperlakukan semena-mena, maka apa jaminan bagi provinsi lain yang juga kerap merasa dipinggirkan oleh pemerintah pusat?

HMI memandang bahwa tindakan seperti ini merupakan ancaman nyata bagi prinsip keadilan dan kesetaraan dalam sistem negara kesatuan. Keputusan-keputusan tanpa musyawarah hanya akan memperlebar jarak antara pemerintah pusat dan daerah, serta mengikis kepercayaan publik terhadap komitmen negara dalam menjaga keutuhan wilayah secara adil dan bermartabat.

“Hari ini Aceh, bisa saja besok pasti daerah lain. Kalau pusat terus menerapkan kebijakan sepihak tanpa partisipasi daerah, itu bukan lagi manajemen pemerintahan, tapi pengkhianatan terhadap prinsip negara kesatuan yang adil,” ujar Aris Munandar.

Baca Juga  Kapolri Pastikan Investasi Aman dari Aksi Premanisme

Empat Tuntutan 

Sebagai bentuk tanggung jawab moral terhadap rakyat Aceh, HMI Cabang Lhokseumawe–Aceh Utara menyampaikan sikap tegas dan mengajukan empat tuntutan. Pertama, meminta Kementerian Dalam Negeri RI segera mencabut Surat Keputusan Nomor 300.2.2-2138, serta mengevaluasi ulang status wilayah Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang berdasarkan fakta sejarah dan hukum yang sahih.

Kedua, pihaknya mendesak pemerintah pusat membuka dialog terbuka dengan Pemerintah Aceh, lembaga adat, akademisi, dan masyarakat Aceh, guna menyelesaikan persoalan ini secara adil, transparan, dan bermartabat. Ketiga, mendorong Pemerintah Aceh agar bersikap tegas dan memprioritaskan kepentingan rakyat Aceh dalam menghadapi persoalan ini. Keempat, meminta Presiden Republik Indonesia turun tangan secara langsung dalam menyelesaikan persoalan ini, demi menjaga keutuhan NKRI yang adil dan setara bagi seluruh daerah di Indonesia.

“Kami mengajak seluruh mahasiswa, pemuda, dan masyarakat Aceh untuk bersatu menjaga kedaulatan wilayah Aceh dari segala bentuk perampasan dan manipulasi administratif. Kita semua tidak boleh abai. Aceh harus bersatu. Jangan biarkan sejarah kelam kembali terulang di atas tanah renconh kita. Pengkhianatan semacam ini harus dilawan dengan cara intelektual, konstitusional, dan bermartabat,” tutup Aris Munandar.[]

Example 120x600