Travel & Kuliner

Hindari FOMO, Ini yang Perlu Diperhatikan Saat Mendaki Gunung

×

Hindari FOMO, Ini yang Perlu Diperhatikan Saat Mendaki Gunung

Sebarkan artikel ini
Fitriani berhasil mencapai puncak Gunung Rinjani. Foto: dok Fitriani

Byklik | Banda Aceh–Kemalangan yang menimpa warga Brazil, Juliana Marins, yang terperosok ke jurang gunung saat mendaki Gunung Rinjani di Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat, menyisakan kesedihan sekaligus “peringatan”, terutama bagi mereka yang menyukai aktivitas outdoor.

Pasalnya, tak sedikit juga orang yang mendaki gunung hanya karena ikut-ikutan alias fear off missing out (FOMO). Dulu mendaki gunung memang identik dengan aktivitas yang dilakukan oleh para pencinta alam atau mapala. Namun, sekarang, banyak gunung dengan kondisi tertentu yang bisa didaki oleh siapa pun. Tak perlu effort berlebih seperti halnya kemampuan survival di alam atau punya keahlian dalam hal navigasi karena sudah ada pemandu profesional. Meski begitu, bukan berarti tanpa persiapan sama sekali.

Menurut alumnus Mapala Jabal Everest Universitas Jabal Ghafur Pidie, Fitriani, aktivitas mendaki gunung tidak bisa disamakan dengan aktivitas outdoor lainnya. Hal pertama yang perlu dilakukan sebelum memutuskan mendaki gunung adalah menyurvei kondisi cuaca atau waktu yang bagus untuk mendaki. Informasi ini bisa didapatkan dari trip organizer atau dari jasa travel yang menyediakan paket-paket wisata.

Kedua, fisik dan mental yang kuat. Naik gunung itu tidak bisa hanya mengandalkan keinginan semata atau karena FOMO. Fisik dan mental yang kuat membuat pendaki bisa beradaptasi dengan medan selama pendakian dilakukan. Tanpa dua hal ini akan turut memengaruhi kondisi anggota tim yang lain.

Baca Juga  Ribuan Peserta Meriahkan Jalan Santai Milad ke-56 UIN Sultanah Nahrasiyah

“Ketiga, gear yang memadai. Misalnya, membawa jaket antiair atau raincoat, jaket yang bisa dipakai untuk menahan cuaca ekstrem di gunung,” kata Fitri yang saat ini bergabung dengan Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) Pidie, Senin, 7 Juni 2025.

Pendaki juga harus memakai sepatu khusus untuk tracking agar tidak mudah terpeleset ketika mendaki. Bahkan, untuk gunung yang memiliki kontur seperti Gunung Rinjani, diperlukan juga tracking pull atau tongkat khusus. Pasalnya, di sepanjang jalur pendakian tidak banyak pohon-pohon yang bisa dijadikan pegangan. Berbeda dengan jalur di Gunung Leuser yang hutannya masih lebat.

“Keempat, ini yang juga tak kalah penting. Pastikan tetap bersama tim selama pendakian. Jika sudah merasa sangat lelah atau mengantuk, langsung beri tahu pemandu,” kata Fitri yang bulan Mei lalu baru saja “menaklukkan” puncak Rinjani setinggi 3.726 mdpl.

Rinjani merupakan gunung berapi tertinggi kedua di Indonesia. Summit ke puncak Rinjani dilakukan pada dini hari sehingga cuacanya sangat dingin dan menusuk-nusuk hingga ke tulang. Berdasarkan pengalaman pribadi Fitri, rasa dingin yang ekstrem itu bisa membuat pendaki berhalusinasi di sepanjang jalur pendakian karena faktor kelelahan dan mengantuk.

“Saya setiap istirahat selalu mencari tempat yang agak tertutup, jalur Rinjani itu dominan kayak lereng, jadi spotnya bisa dijadikan tempat istirahat,” katanya Fitri yang selain Rinjani juga sudah mendaki Gunung Guntur di Jawa Barat.

Baca Juga  Kunjungan Wisatawan ke Aceh Melonjak, Capai 7,3 Juta di Awal 2025

Namun, adakalanya harus beristirahat di tempat yang terbuka seperti di Letter E. Ini salah satu jalur yang menurutnya bikin waswas karena sangat sulit. Jalurnya berpasir dan berbatu. Ketika berada di jalur ini, Fitri memastikan dirinya duduk di dekat anggota tim yang lain. Ia tidak pernah mau jauh-jauh dari pemandu. Para pemandu pun demikian, mereka selalu intens mengawasi pendaki. Jika tidak awas, bisa-bisa terpeleset ke jurang sebelum sempat mencapai puncak.

Setiap gunung juga memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Gunung Leuser misalnya, termasuk salah satu gunung yang membutuhkan mental kuat bagi para pendaki. Pendakian ke Leuser memang lebih mudah sekarang. Jalur pendakian sudah ada dan ada pemandu berpengalaman. Namun, tantangan utama dalam mendaki Leuser lebih ke kesiapan mental diiringi fisik yang kuat.

“Karena jika kedua itu tidak ada, atau cuma modal nekat saja, tidak akan bisa mengantarkan kita ke puncak yang harus ditempuh berhari-hari, hari ke-7 baru sampai ke puncak,” katanya.

Menghabiskan waktu hingga dua pekan di gunung tentu membutuhkan kesiapan mental dan fisik luar biasa. Oleh karena itu, ketika timnya melakukan Ekspedisi Leuser beberapa bulan lalu, Fitri mempersiapkan latihan fisik hingga berbulan-bulan. Selain Leuser, Fitri juga sudah mendaki sejumlah gunung di Aceh, seperti Seulawah Agam, Peut Sagoe, Burni Telong, Burni Klieter, Gunung Halimun, dan Gunung Bae.[]

Example 120x600