ByKlik.com | Medan – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyelenggarakan Sekolah Lapang Gempabumi (SLG) 2025 di Balai Besar MKG Wilayah I Medan, Jumat (21/11/2025). Kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat edukasi dan kesiapsiagaan masyarakat terhadap ancaman gempabumi dan tsunami.
Mengusung tema “10 Tahun SLG: Membangun Budaya Sadar, Siaga, dan Selamat,” diharapkan menjadi langkah strategis dalam peningkatan kapasitas kebencanaan di Sumatera Utara, kata Kepala BMKG, Teuku Faisal Fathani. Ia menyampaikan bahwa Sumatera Utara merupakan kawasan yang memiliki potensi kegempaan tinggi.
Wilayah ini dipengaruhi oleh keberadaan zona subduksi lempeng Indo-Australia dan Eurasia, serta aktivitas Sesar Sumatra yang membentang di sepanjang pulau. Beberapa kejadian besar, termasuk gempabumi dan tsunami Aceh pada 26 Desember 2004, menjadi pengingat bahwa risiko gempa tetap harus diwaspadai.
“Kota Medan, meskipun tidak berada tepat pada jalur sesar, tetap rentan terhadap dampak guncangan. Intensitas getaran dapat memengaruhi infrastruktur, terutama bangunan yang tidak tahan gempa,” jelas Faisal.
Ia menambahkan, SLG merupakan momentum strategis untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat secara berkelanjutan. BMKG, lanjutnya, terus memperkuat program edukasi melalui berbagai inisiatif seperti Sekolah Lapang Iklim (SLI), Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN), serta kegiatan BMKG Goes To School.
Sementara itu, Kepala Balai Besar MKG Wilayah I Medan, Hendro Nugroho, menjelaskan bahwa pelaksanaan SLG terus mengalami pengembangan sejak pertama kali diselenggarakan pada 2015. Pembaruan kurikulum, metode pembelajaran, serta materi teknis dilakukan agar peserta semakin mudah memahami langkah penyelamatan diri.
“SLG merupakan kebutuhan mendasar untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana. Kami berharap kegiatan ini dapat dilaksanakan secara rutin dan merata di seluruh wilayah Indonesia,” kata Hendro.
SLG 2025 di Medan diikuti 55 peserta yang berasal dari BPBD, instansi pemerintah, lembaga pendidikan, sektor kesehatan dan pertanian, media massa, serta komunitas masyarakat. Selain menerima materi teknis mengenai kegempaan, peserta juga mengikuti simulasi gempabumi untuk melatih respons cepat ketika terjadi keadaan darurat.












