ByKlik.com | Lhokseumawe — Perum Bulog Kanwil Aceh menuai kritik setelah mengirimkan 4.000 ton beras ke Provinsi Sumatera Utara. Kebijakan ini dinilai kontroversial karena pengiriman tersebut dilakukan saat harga beras di pasar Aceh mengalami tren kenaikan dalam beberapa pekan terakhir, memicu kekhawatiran publik tentang prioritas distribusi dan ketersediaan stok pangan lokal.
Berdasarkan data Panel Harga Pangan Nasional (Bapanas) per 11 Agustus 2025, harga rata-rata beras medium secara nasional mencapai Rp14.087 per kilogram, jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp12.500. Kondisi serupa terjadi di Aceh, di mana data Bapanas per 6 Agustus 2025 mencatat harga beras medium mencapai Rp15.499 per kilogram, melampaui HET zona II yang ditetapkan sekitar Rp13.100. Kenaikan ini menguatkan kekhawatiran akan stabilitas pangan di tingkat lokal.
Diki Anaya, mahasiswa Universitas Malikussaleh (Unimal), menilai bahwa pengiriman beras dari Aceh ke provinsi lain saat harga lokal melonjak adalah kebijakan yang patut dipertanyakan.
Ia mendesak adanya audit transparan untuk memastikan apakah kebijakan tersebut sudah sesuai dengan asas prioritas daerah. “Publik berhak tahu apakah pengiriman ini memicu kelangkaan atau kenaikan harga,” katanya dalam pernyataan tertulis kepada ByKlik.com, Selasa (12/8).
“Jika terbukti, pejabat terkait di Kanwil Bulog Aceh layak dicopot,” imbuh Wakil Ketua BEM FISIP Unimal ini sembari mengutip pemberitaan di sejumlah media siber.
Diki juga meminta Pemerintah Aceh untuk tidak bersikap pasif. Ia menekankan pentingnya peran pemerintah daerah dalam memperketat pengawasan terhadap Bulog agar kebijakan distribusi beras tidak mengorbankan kepentingan masyarakat Aceh.
“Kedaulatan pangan adalah soal keberpihakan. Saat rakyat Aceh harus membeli beras dengan harga tinggi, setiap butir beras yang keluar dari provinsi ini harus bisa dipertanggungjawabkan,” tegasnya.
Kebijakan distribusi Bulog seharusnya berpegang pada Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2016, yang mengamanatkan Bulog untuk menjaga stabilisasi pasokan dan harga di wilayah masing-masing.
“Oleh karena itu, setiap kebijakan distribusi lintas provinsi harus memastikan bahwa kebutuhan daerah asal tetap terjaga dan cadangan beras berada dalam batas aman,” pungkas mahasiswa prodi Administrasi Bisnis ini. []