Byklik.com | Jakarta – Kabupaten Aceh Tamiang, salah satu anggota Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), dilanda banjir besar akibat curah hujan ekstrem disertai angin kencang yang terjadi sejak akhir November. Kondisi ini memicu luapan sungai, genangan di permukiman, longsor, serta kerusakan sejumlah infrastruktur yang melumpuhkan aktivitas masyarakat.
Ketua Umum LTKL yang juga Bupati Sigi, Rizal Intjenae, menyampaikan keprihatinannya atas bencana yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera, termasuk Aceh Tamiang.
“Bencana hidrometeorologi ini mengingatkan pentingnya kesiapsiagaan dan perhatian kolektif. Situasi yang dihadapi masyarakat sangat memprihatinkan, dan dukungan berbagai pihak diperlukan agar penanganan dapat berlangsung cepat dan tepat sasaran. Ke depan, kami berkomitmen memperkuat tata kelola lahan berkelanjutan serta membangun daerah yang tangguh bencana,” ujarnya, Senin, 1 Desember 2025.
Status Darurat Ditapkan Selama 14 Hari
Menanggapi situasi yang memburuk, Gubernur Aceh Muzakir Manaf menetapkan status tanggap darurat bencana hidrometeorologi di Aceh selama 14 hari, mulai 28 November hingga 11 Desember 2025. Penetapan ini menjadi dasar mobilisasi penanganan lintas kabupaten yang dikoordinasikan oleh Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA).
Aceh Tamiang termasuk dalam 14 kabupaten/kota yang berada dalam status darurat bersama Pidie, Lhokseumawe, Subulussalam, Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Singkil, Aceh Selatan, Gayo Lues, Aceh Barat, Aceh Tenggara, Aceh Tengah, Aceh Utara, dan Aceh Barat Daya.
Kualasimpang Lumpuh, Puluhan Rumah Terendam
Kota Kualasimpang sebagai pusat kegiatan ekonomi Aceh Tamiang lumpuh pada 26 November 2025 setelah banjir mencapai tiga meter di sejumlah titik. Rumah warga, fasilitas umum, hingga jaringan kelistrikan terdampak banjir serta angin kencang yang merusak infrastruktur.

Bupati Aceh Tamiang Armia Pahmi, yang memimpin langsung penanganan bencana, melaporkan sedikitnya 70 rumah terendam banjir.
Dinas Sosial Aceh menginstruksikan Taruna Siaga Bencana (Tagana) untuk siaga penuh dengan prioritas pada kelompok rentan. Bantuan dari Polda Aceh, TNI/Polri, Basarnas, serta relawan juga mulai berdatangan sejak 26 November.
Lima Tower PLN Rusak
Di sektor energi, PLN melaporkan kerusakan pada lima tower SUTT 150 kV. Petugas dari berbagai provinsi telah dikerahkan untuk membangun tower darurat dan memulihkan pasokan listrik di wilayah terdampak, termasuk Aceh Tamiang.
Instruksi siaga bencana yang dikeluarkan Bupati Aceh Tamiang pada pekan sebelumnya menjadi bagian langkah antisipatif, mencakup evakuasi dini, pembentukan satgas terpadu, layanan kesehatan, serta penyediaan bantuan kemanusiaan.
Dukungan Asosiasi Kabupaten
Direktur Eksekutif APKASI, Sarman Simanjorang, menyatakan bahwa APKASI tengah menggalang dukungan bagi daerah terdampak.
“Solidaritas untuk membantu wilayah-wilayah di Sumatera, termasuk Aceh Tamiang, harus terus diperkuat. Penggalangan dana sedang dilakukan untuk mempercepat penanganan dan pemulihan masyarakat,” katanya.
Akses Terputus dan Informasi Terbatas
Hingga kini, akses ke sejumlah wilayah Aceh Tamiang masih terputus akibat banjir dan longsor. Kondisi ini menyulitkan evakuasi, distribusi logistik, dan pengiriman bantuan tambahan. Belum ada data resmi dari Pusdalops Aceh Tamiang mengenai tingkat kerusakan atau jumlah posko yang aktif karena jaringan komunikasi terputus, listrik padam, dan terbatasnya mobilitas petugas.

Situasi tersebut membuat banyak keluarga di luar daerah belum mendapat kabar dari kerabat mereka. Beberapa wilayah dilaporkan masih tergenang tinggi, sementara sejumlah titik mulai menunjukkan penurunan debit air, meski kondisi keseluruhan masih dinamis.
Pentingnya Pemantauan Publik
Dalam situasi informasi yang terbatas, pemantauan publik melalui peliputan yang berimbang serta penyebaran informasi dari sumber resmi dinilai penting untuk mempercepat identifikasi kebutuhan mendesak. Solidaritas masyarakat melalui kanal bantuan resmi juga menjadi dukungan penting bagi warga terdampak.
Upaya Pemulihan Berkelanjutan
Banjir di Aceh Tamiang meninggalkan dampak luas dan memerlukan perhatian berkelanjutan dari berbagai pihak. Dukungan publik, penanganan cepat, serta informasi akurat menjadi elemen penting untuk mempercepat proses pemulihan.
Tentang Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL)
Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) adalah asosiasi pemerintah kabupaten yang dibentuk dan dikelola oleh pemerintah kabupaten demi mewujudkan pembangunan lestari yang menjaga lingkungan dan mensejahterakan masyarakat lewat gotong royong. LTKL merupakan kaukus pembangunan lestari dari Asosiasi Pemerintah Kabupaten seluruh Indonesia (APKASI) yang berdiri sejak bulan Juli 2017.
Saat ini, LTKL memiliki 9 kabupaten anggota di 6 provinsi di Indonesia dan bekerja berdampingan dengan 26 jejaring mitra multipihak. Rapat Umum Anggota LTKL tahun 2019 memutuskan bahwa pengembangan ekonomi berkelanjutan adalah prioritas bagi anggota LTKL untuk mencapai target nasional dalam rangka mendorong lapangan kerja yang berkualitas, mengurangi risiko kebencanaan dan kedaulatan pangan berbasis kolektif.
Sebagai forum, LTKL berfungsi untuk membantu kabupaten anggota menyusun strategi implementasi, terkoneksi dengan mitra yang tepat untuk meningkatkan kapasitas dan mendapatkan insentif atas upaya pembangunan lestari serta menceritakan peluang dan tantangan pembangunan lestari kepada publik.***












