Byklik | Banda Aceh–Aceh Film Festival (AFF) kembali hadir pada Selasa–Sabtu, 2–6 September 2025 dengan serangkaian program baru yang memperluas cakupan internasional. Mengangkat tema “Stratagem” atau siasat/strategi, AFF 2025 merefleksikan perjuangan para pelaku seni dan budaya di Aceh, Asia dan dunia dalam bertahan dan berkarya di tengah keterbatasan infrastruktur dan ruang ekspresi.
Festival yang berlangsung di Theater Library dan Aula Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh ini menghadirkan beragam program, mulai dari Kompetisi Film Pendek Internasional dengan lebih dari 3.000 film submisi dari 120 negara, hingga Aflamu, program khusus film-film dari Timur Tengah yang menyoroti kedekatan budaya dan pengalaman konflik dengan Aceh.
Selain itu, AFF akan memutar film dokumenter pemenang Oscar berjudul No Other Land, serta menghadirkan program arsip Nostalgia. Program lainnya adalah Forum Komunitas yang mempertemukan komunitas film seluruh Aceh, juga Layeu Aceh yang menyoroti karya sineas Aceh terbaru.
“Tema Stratagem kami pilih karena seniman di Aceh dan di berbagai belahan di dunia selalu dipaksa menemukan siasat dan strategi untuk bisa berkarya. Di tengah keterbatasan dana, fasilitas, dan kebijakan, tetap ada semangat untuk menciptakan karya yang relevan bagi masyarakat,” ujar Jamaluddin Phonna, Direktur Aceh Film Festival, Minggu, 31 Agustus 2025.
Festival ini juga menegaskan peran Aceh dalam percakapan global. Menurut Adli, Direktur Program AFF, hadirnya film-film dari Timur Tengah diharapkan membuka perspektif baru bagi penonton lokal.
“Kami ingin sineas Aceh belajar dari pengalaman dan gaya penceritaan kawan-kawan di Timur Tengah. Ada banyak kesamaan nilai budaya dan sejarah yang bisa menjadi cermin sekaligus inspirasi,” jelas Adli.
Selain menghadirkan film-film internasional, AFF tetap berakar pada masyarakat lokal melalui program Gampong Film (layar tancap di desa-desa) dan kolaborasi dengan perupa muda Aceh untuk merancang artwork festival.
“Aceh Film Festival bukan hanya ruang menonton, tetapi laboratorium sosial dan budaya. Kami berharap festival ini menjadi stimulan agar Aceh memiliki ruang menonton yang representatif, sekaligus memperkuat ekosistem perfilman lokal,” tambah Jamal.
Sejak pertama kali diselenggarakan pada 2015, Aceh Film Festival menjadi ruang alternatif bagi masyarakat Aceh untuk mengakses film, berdiskusi, dan membangun jejaring kebudayaan. Festival ini diinisiasi oleh komunitas Aceh Dokumenter.[]