Editorial

Siapa Bolongi Paru-paru Dunia?

Avatar
×

Siapa Bolongi Paru-paru Dunia?

Sebarkan artikel ini
Tumpukan kayu yang terlihat di Geumpang Kabupaten Pidie, Ahad, 5 Oktiber 2025. Foto Tangkapan Layar. Dok. Byklik.com

KASUS pembalakan liar atau ilegal logging masih marak dan terjadi secara terang-terangan seolah itu bukan pelanggaran dan seolah di tengah hutan yang berlaku adalah hukum rimba. Pelaku semakin berani menggunduli hutan tanpa takut terhadap aparat penegak hukum.

Keberanian para pelaku pembalakan liar merupakan tamparan keras terhadap penegakan hukum, apalagi baru-baru ini, Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, mengultimatum pelaku penambangan liar. Meski tidak secara spesifik menyebut pembalakan liar, pernyataan keras Mualem—sapaan akrab Muzakir Manaf—masih seputar isu lingkungan.

Mengapa pelaku semakin berani? Tidak mungkin ada keberanian jika tidak ada yang mendukung di belakang. Ini bukan pembalakan liar yang dilakukan warga untuk makan sehingga nekat menebang satu atau dua batang pohon.

Penebangan pohon ini dilakukan untuk menggunduli hutan dengan dukungan mesin berat. Artinya, ada pemodal besar di belakangnya dan pelaku bukan mencari sesuap nasi.

Baca Juga  Stagnasi Pelantikan Wali Kota Langsa

Mereka melakukan aksi penggundulan hutan secara terang-terangan seperti yang terlihat di kawasan hutan Tujuh Bidadari di perbatasan Aceh Utara dengan Bener Meriah. Pemandangan serupa juga terlihat di kawasan hutan Geumpang Kabupaten Pidie, serta Aceh Tenggara seperti yang pernah disinggung kalangan LSM lingkungan.

Aceh yang memiliki Leuser sebagai salah satu paru-paru dunia, kian terancam dengan banyaknya pembalakan liar dan konversi lahan, terutama yang datang atas kebijakan Kementerian terkait. Di sinilah dituntut keberanian Pemerintah Aceh untuk berpihak kepada hutan Aceh.

Data terbaru memperlihatkan tren mengkhawatirkan. Beberapa sumber pemantauan mencatat kehilangan kawasan tutupan hutan yang meningkat pada 2024, yakni antara 8.900 sampa 10.600 ribu hektar hutan hilang dalam setahun terakhir.

Masalahnya, Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan atau PBPH yang dikeluarkan Kementerian Kehutanan yang pada praktiknya terkadang tanpa sepengetahun pemerintah daerah. Kondisi inilah yang membuat hutan—termasuk di Aceh—rawan dieksploitasi seperti yang terlihat di sejumlah daerah di Aceh.

Baca Juga  USK Kukuhkan Lima Profesor Baru

Banyaknya kayu olahan yang terlihat di berbagai daerah, seperti di kawasan destinasi wisata Tujuh Bidadari maupun Geumpang (Pidie), tidak diketahui apakah termasuk dalam empat kategori PBPH; hutan alam, hutan tanaman industri, restorasi ekositem, atau jasa lingkungan. Atau jangan-jangan tumpukan kayu tersebut justru bagian dari praktik pembalakan liar. Kalau benar ini pembalakan liar, siapa yang bermain? Mengapa belum ada tindak tegas untuk menghentikannya?

Saatnya Pemerintah Pusat melalui Kementerian Kehutanan, Pemerintah Aceh, serta aparat penegak hukum bertindak untuk memberantas pembalakan liar. Kalau pemerintah diam, maka alam yang akan bertindak dan memakan korban termasuk yang tidak bersalah.[]

 

 

Example 120x600