EditorialOpini & Analisis

Media Massa Daring di Era AI

Avatar
×

Media Massa Daring di Era AI

Sebarkan artikel ini
Sumber: http://pixabay.com

MASIH perlukah kita media massa di era kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI)?

Pertanyaan itu sering mengemuka ketika lahir media massa daring di saat setiap orang yang terhubung dengan internet bisa memproduksi berita sendiri. Dalam kondisi demikian, siapa yang akan mengonsumsi informasi dari media massa digital?

Jika mau lebih kritis lagi, untuk apa adanya media massa daring kalau semua informasi yang disajikan nyaris seragam?

Tentu butuh kajian mendalam untuk menjawab pertanyaan ini. Namun, sebuah survei kecil-kecilan yang dilakukan mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi di sebuah universtas di Lhokseumawe, menemukan fakta bahwa berita yang disajikan dalam berita berjalan (running text) di stasiun televisi Indonesia nyaris seragam. Kalau pun ada perbedaan, lebih pada bahasa dan sudut pandang, bukan pada substansi.

Itu di televisi nasional yang memiliki begitu banyak pilihan berita setiap detik. Bayangkan media hanya fokus menyiarkan informasi di Aceh, berapa banyak berita yang ditayangkan serupa dan bukan nyaris lagi. Jurnalis hanya duduk di satu tempat, memantau informasi yang beredar dari grup media sosial, langsung menanyakan berita dari rilis yang disampaikan lembaga tertentu.

Masih lumayan kalau jurnalis bersangkutan kemudian mengubah bahasa, memperdalam atau memperbaharui isi. Banyak jurnalis muda yang kemudian memindahkan mentah-mentah isi siaran pers tersebut ke dalam berita, sampai-sampai pesan dari pembuat rilis pun seperti “untuk informasi lebih lanjut, hubungi…” ikut disiarkan di bawah berita.

Kemajuan teknologi digital yang tidak didukung dengan kapasitas jurnalistik yang memadai serta penegakan kode etik yang lemah, membuat karya jurnalistik tak berbeda dengan isi media sosial. Tidak ada keberimbangan, berita tendensius, nilai berita lemah, dan rendahnya akurasi adalah ciri-ciri yang mudah terlihat dari berita yang disajikan.

Kenyataan pahit yang harus diakui, sebagian besar berita seperti itu muncul di media yang belum memenuhi standar perusahaan pers sebagaimana Peraturan Dewan Pers Nomor 3/2019. Kemajuan teknologi digital mengalir bersama ampas-ampasnya seperti lahirnya media massa yang dikelola oleh orang yang tidak memiliki kapasitas jurnalistik dan diperparah dengan penegakan etika yang lemah. Celakanya, wartawan dan media seperti ini kemudian dipandang sebagai wajah asli media di Indonesia.

Sebagai media massa baru, byklik.com hadir dengan semangat dan cita-cita menjadi media yang mengusung idealisme jurnalistik dan tegak lurus kepada kode etik dengan mengoptimalkan teknologi digital. Kecepatan memang menjadi semangat umum media digital, tetapi akurasi adalah ruhnya. Ini penting untuk mencegah penyebaran hoaks dan misinformasi. Tanggung jawab etika dan aspek hukum juga yang membedakan media massa jurnalistik dengan informasi media sosial, meski tetap memberi ruang bagi interaksi sosial dan keterlibatan publik sebab merekalah pemegang saham media massa yang sesungguhnya.[]

Example 120x600